Menunggu Lompatan Erick Thohir
Menunggu lompatan besar Erick Thohir. Sekadar bongkar pasang manajemen atau transformasi total BUMN? Tulisan opini Andi Desfiandi.
Oleh: Andi Desfiandi
Dua bulan belakangan ini, kita sudah menyaksikan beberapa gebrakan yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan menjadikan menteri BUMN sebagai media darling di Indonesia.
Gebrakan yang dilakukan telah berhasil mencuri hati
masyarakat dan diapresiasi seperti pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Utama
(walaupun lebih cocok sebagai Direktur Utama) Pertamina. Kemudian pemberhentian
direksi Garuda yang sempat menghebohkan jagat maya dan publik.
Menteri Erick juga selalu mengatakan bahwa akan melakukan
perombakan besar-besaran di tubuh BUMN, yang dalam pemikiran saya adalah
melakukan transformasi total bisnis proses dan bisnis model dari BUMN.
Erick menyampaikan bahwa ingin menerapkan Good Corporate
Governance dan akan menempatkan para eksekutor dan pengawas BUMN yang kredibel,
berintegritas dan loyal kepada negara.
Pernyataan-pernyataan tersebut dan beberapa aksi yang
dilakukan tentunya membawa angin segar bukan saja untuk BUMN tapi tentunya
dunia usaha dan masyarakat pada umumnya.
Karena bagi masyarakat mungkin sebagian sudah merasa apatis
atau bahkan jemu melihat kinerja BUMN yang begitu-begitu saja dan sebagian
besar hanya menjadi beban negara serta hanya memperkaya sebagian kecil kelompok
dan menciptakan oligarki saja.
Kerajaan BUMN sepertinya hanya asyik dengan dirinya sendiri
dan sibuk menciptakan kerajaan-kerajaan kecil di antara BUMN, dengan membentuk
ratusan dan mungkin ribuan anak dan cucu usaha yang tidak tersentuh oleh
pengawasan internal bahkan mungkin oleh UU sekalipun.
BUMN seolah hanya diperuntukkan bagi emporium tertentu untuk
mendukung kepentingan kelompok tertentu saja di lingkungan BUMN itu sendiri,
tanpa meneteskan sedikitpun ruang untuk swasta apalagi UMKM bahkan BUMD/BuMDES
untuk ikut serta.
Padahal BUMN diharapkan bukan saja menjadi Prime Mover
perekonomian nasional dengan asetnya yang 4 kali lipat dari APBN, tapi juga
seharusnya mampu menjadi katalisator perekonomian nasional bersinergi dengan
sektor-sektor ekonomi lain seperti swasta dan UMKM serta organisasi usaha lain.
Bahkan menjadi buffer atau benteng ekonomi nasional dalam
membendung gelombang pengaruh ekonomi global saja belum sanggup, apalagi mampu
bersaing di kancah global.
Kita berharap banyak dari sosok Erick untuk mampu melakukan transformasi total di BUMN.
 |
Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto: Instagram/@erickthohir) |
Kembali kepada aksi perombakan besar-besaran yang sedang dilakukan oleh Kementrin BUMN sepertinya akan terus berlanjut entah sampai kapan.
Saya berharap agar aksi yang akan dilakukan harus benar terstruktur dan sistimatis, jangan sampai kehabisan napas ataupun kehilangan momentum.
Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu tujuan utama dalam melakukan transformasi total, namun untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah.
Untuk mencapai GCG memerlukan sebuah budaya organisasi yang tidak bisa sim salabim abra kadabra dengan hanya menempatkan orang-orang terpilih di kursi Direktur Utama atau Komisaris Utama.
Diperlukan Leaders atau Super Team sehingga tidak cukup hanya dirut atau komut tapi Jajaran Direksi dan Jajaran Komisaris yang tepat dan mampu bekerja sama dalam sebuah tim.
Tim tersebut harus mampu melakukan transformasi di BUMN, dengan melakukan restrukturisasi total secara simultan sesuai visi dan misi BUMN dan tidak bisa parsial sesuai dengan tupoksi masing-masing direksi dan komisaris dalam satu arahan dan tujuan yang sama.
Perubahan sistem manajemen dengan melakukan pemetaan ulang melalui rekayasa ulang bisnis proses atau menata ulang bisnis model agar diperoleh sistem manajemen yang lebih efektif, efisien, akuntable,dan controlable tentunya.
Pemilihan SDM yang tepat dalam struktur organisasi yang baru juga sangat penting agar budaya organisasi yang baru dapat dijalankan agar tercapai GCG dan tercapainya tujuan transformasi BUMN yang diharapkan.
Transformasi BUMN tidak melulu melakukan restrukturisasi keuangan saja, tapi juga operasional dan fungsi-fungsi lain di dalam organisasi, untuk itulah kenapa rekayasa ulang bisnis proses perlu dilakukan.
Catatan dari beberapa kali perombakan manajemen di tubuh BUMN akhir-akhir ini agak menimbulkan tanda tanya.
Sosok yang dipilih boleh dikatakan semuanya berasal dari BUMN juga dan seperti Tour of Duty antar-BUMN.
 |
Menteri BUMN Erick Thohir berbicara di hadapan peserta MilenialFest 2019. (Foto: Antara/Nova Wahyudi) |
Menjadi pertanyaan apakah tidak akan menjadi masalah apabila
pemerintah ingin mengubah total sistem manajemen, kemudian para panglimanya
diambil dari lingkaran yang sama atau sumber yang sama?
Apakah perubahan budaya bisa dilakukan sementara para
panglimanya sudah terlalu lama larut dalam budaya yang sama?
Padahal sekali lagi yang ingin dilakukan adalah transformasi
total bukan sekadar bongkar pasang manajemen.
Sehingga jangan sampai kemudian alih-alih melakukan
transformasi tapi ternyata hanya melakukan rekayasa keuangan atau lebih
tepatnya rekayasa laporan keuangan, seperti pernah dilakukan oleh beberapa BUMN
beberapa waktu lalu.
Dan sampai saat ini kebetulan yang dibongkar pasang adalah
profesional BUMN yang memiliki keahlian mirip yaitu bankir dan spesialis
keuangan, satu BUMN dikeroyok oleh ahli-ahli keuangan.
Sehingga mengesankan bahwa begitu seriusnya masalah keuangan
BUMN tersebut dan satu-satunya masalah adalah keuangan, masalah produksi atau
SDM atau supply chain dan lain terkesan dikesampingkan.
Padahal ada direktur keuangan dan juga komisaris yang juga paham
keuangan untuk melakukan financial restructuring, seyogyanya Dirut diambil dari
seorang generalis yang memahami manajemen secara luas dan bisa di-back up oleh
Komisaris Utama yang juga Generalis serta paham manajemen agar mampu mengawasi
kinerja Direksi dan menjadi mitra kerja direksi yang kuat.
Barangkali menteri BUMN juga berani melakukan terobosan dan
out of the box, memberi kesempatan profesional swasta dan multi nasional yang
masih fresh dan memiliki budaya kerja/korporasi yang kuat, sehingga mampu
menularkan budaya baru ke dalam BUMN dan terhindar dari conflict of interest
karena tidak punya masa lalu di BUMN.
Bukan berarti Direksi atau pegawai BUMN tidak mumpuni dan
pasti kapasitasnya sangat mumpuni, tapi akan menjadi lebih baik kalau dicampur dengan
profesional dari kalangan swasta/di luar BUMN agar lebih mewarnai dalam
membentuk budaya baru.
Saya yakin masih banyak profesional-profesional hebat dan
tangguh di Indonesia yang belum diberikan kesempatan mengabdi di BUMN, yang
memilki integritas dan kapabilitas atau kapasitas yang baik.
Ignatius Jonan sebelum di PT Bahana dan PT KAI adalah
profesional di perusahaan swasta dan sukses melakukan transformasi di Bahana
dan KAI.
Roby Djohan yang berhasil melakukan transformasi di Garuda
dan Mandiri juga berasal dari Bankir swasta atau Tanri Abeng yang dulu dikenal
sebagai manajer 1 miliar dan Cacuk Sudarijanto yang juga sukses merombak total
Telkom juga berasal dari swasta.
Kita berharap banyak dari sosok Erick untuk mampu melakukan
transformasi total di BUMN, apalagi baru dua bulan lebih beliau bekerja dan
pasti sudah memiliki strategic plan dalam membenahi BUMN.
Semoga beliau tetap konsisten dan terus berani melakukan
terobosan-terobosan baru bahkan lompatan jauh untuk menjadikan BUMN seperti
yang kita harapkan.
Karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan
beliau setelah pemetaan dilakukan misalnya melikuidasi perusahaan parasit,
melakukan merger, melakukan holdingisasi dan sebagainya.
Wallahualam.